Manusia diciptakan Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai
khalifah, manusia tentu memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat. Allah Subhanahu wa ta’ala menganugerahi manusia suatu kemampuan
yang tidak dimiliki makhluk lain, yaitu kemampuan berpikir dan kemampuan fisik.
Hal itu dimaksudkan untuk membantu manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya
sebagai khalifah di bumi. Dengan kemampuan berpikirnya, manusia dapat
membedakan hal-hal yang baik dan buruk di dalam kehidupan yang fana ini. Dengan
anugerah tersebut, manusia dalam kesehariannya dapat
mengambil yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain, serta mampu mencegah
sesuatu yang dapat berakibat buruk bagi dirinya juga orang lain, sedangkan dengan kemampuan
fisik yang dimiliknya, manusia dapat berusaha dan bekerja untuk memenuhi
kebutuhan dalam hidupnya.
Dalam kehidupan manusia sehari-hari,
Islam hadir untuk mengatur kehidupan
manusia di dunia fana ini dengan berlandaskan pada Al-Qur’an yang turun sebagai
kitab suci untuk seluruh umat manusia dari awal peradaban manusia hingga kelak
pada hari akhir zaman. Allah adalah satu-satunya
Tuhan yang disembah oleh umat manusia dan Nabi Muhammad adalah salah satu
utusan dari Allah untuk mengarahkan umat manusia kepada jalan yang benar. Islam
menyebar secara luas, baik itu dalam ilmu pengetahuannya hingga aturan-aturan
yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad ke seluruh penjuru dunia.
Ada dua hal yang umumnya dicari oleh
manusia dalam kehidupan ini. Pertama, ialah kebaikan (al-khair); dan yang kedua ialah kebahagiaan (as-sa’adah).
Dua hal tersebut yang harus dipenuhi oleh manusia yang menginginkan kehidupan
yang sempurna dan luar biasa. Walaupun pada kenyataannya, tidak ada yang sempurna dan luar biasa di dunia ini, kecuali Allah Subhanahu wa ta’ala. Jika dua hal tersebut terpenuhi dalam setiap
perjalanan hidup manusia, jelas akan membuat manusia merasakan ketentraman
lahir dan batin. Hanya saja, untuk mewujudkan kedua hal tersebut, memang bukanlah sesuatu yang mudah. Masing-masing orang
mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami hakikat keduanya, perbedaan
inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.
Perbedaan cara pandang yang akhirnya
menjadi perbedaan persepsi itu memunculkan beragam cara hidup atau yang lebih
populer disebut sebagai perbedaan gaya hidup. Bagi umat muslim, gaya hidup
setiap individu telah diatur oleh Allah melalui Al Qur’an dan sunnah rasul-Nya. Keduanya adalah
penuntun yang paling tepat untuk menuju ke arah jalan yang lebih lurus. Namun,
seiring perkembangan zaman sepertinya telah mengubah sebagian besar kaum muslim
dalam memahami tuntunan menjalani hidup. Saat ini,
sebagian orang memang bergaya hedonis, suka berfoya foya, dan hanya memikirkan kepentingan duniawi saja. Sungguh, hal tersebut sangat bertentangan dengan gaya hidup
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya. Dalam pandangan Islam, gaya hidup dapat dikelompokkan menjadi dua golongan.
Pertama,
gaya hidup islami;
dan kedua, gaya hidup jahili. Gaya hidup islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu
tauhid. Inilah gaya hidup orang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya
bersifat relatif dan rapuh penuh dengan nuansa kesyirikan, inilah gaya hidup
orang kafir. Setiap individu muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk
memilih gaya hidup islami dalam menjalani kehidupannya.
Hal ini sejalan dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala berikut ini yang artinya:
“Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci
Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang musyrik.’”
(QS. Yusuf: 108)
Berdasarkan arti ayat tersebut, jelaslah
bahwa bergaya hidup islami hukumnya wajib bagi
setiap muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram hukumnya. Hanya saja dalam
kenyataan justru membuat kita sangat prihatin karena gaya
hidup jahili yang diharamkan itulah yang mendominasi sebagian besar gaya hidup
umat Islam. Fenomena ini persis seperti yang pernah disinyalir oleh Rasulullah.
Beliau bersabda: “Tidak
akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad
sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.” Ditanyakan
kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?”
Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. al-Bukhari dari
Abu Hurairah, shahih)
Berikut ini
adalah beberapa prinsip gaya hidup islami yang diridhai Allah.
1.
Berniat
untuk ibadah
Dalam menjalankan suatu hal di dunia ini,
baik untuk hal yang berbau modern ataupun konvensional semuanya harus dilandasi
dengan niat ibadah kepada Allah.
2.
Baik
dan pantas
Segala gaya yang dapat dilakukan dalam
kehidupan harus berlandaskan pada dasar baik dan pantas, dalam arti harus
sesuai dengan syariat, akal sehat, serta adat istiadat.
3.
Halal
dan thayib
Segala hal yang dikenakan untuk menunjang
gaya hidup harus bersifat halal secara hukum Islam,
serta thayib atau tidak akan merugikan atau menyakiti siapa pun.
4.
Tanpa
kebohongan
Kehidupan dalam Islam sangat dilarang
mengandung kebohongan, semua orang harus memiliki kejujuran sebagai dasar utama
dalam menjalani kehidupan duniawi.
5.
Tidak
berlebihan
Gaya hidup islami juga melarang seseorang
untuk bersikap berlebihan, sebab hal tersebut hanya akan merugikan diri sendiri
dan orang orang disekitarnya. Allah tidak menyukai orang orang yang gemar
memubadzirkan sesuatu.
Berpola hidup sederhana harus dibudayakan
dan dilakukan untuk umat Islam. Tak terkecuali di lingkungan terdekat kita dan
keluarga kita. Kalau orang tua memberikan contoh pada anak-anaknya tentang
kesederhanaan, maka anak akan terjaga dari merasa dirinya lebih dari orang
lain, tidak senang dengan kemewahan, dan mampu mengendalikan diri dari hidup
bermewah-mewah. Sederhana adalah suatu keindahan. Mengapa? Sebab, seseorang yang sederhana akan mudah melepaskan diri
dari kesombongan dan lebih mudah merasakan penderitaan orang lain. Jadi, bagi
orang yang merasa penampilannya kurang indah, perindahlah dengan kesederhanaan.
Sederhana adalah buah dari kekuatan mengendalikan keinginan.
Dalam Islam, kaya itu bukan hal yang
dilarang, bahkan dianjurkan. Perintah zakat bisa dipenuhi kalau kita punya
harta, demikian pula perintah haji dan banyak kebaikan lainnya bergantung pada
kekayaan. Yang dilarang itu adalah berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan. Hal
tersebut bukan berarti mengajak untuk miskin,
tapi mengajak agar kita berhati-hati dengan keinginan hidup mewah. Satu hal
yang penting, ternyata, di negara manapun orang
yang bersahaja itu lebih disegani, lebih dihormati daripada orang yang
bergelimang kemewahan.
Wallahu ‘alam bissawab
Oleh: Ananda Ramadana Putri
2 Komentar
Waah sangat bermanfaat sekali..mksih mimin yang baik
BalasHapus👍🏻
BalasHapus