"Aku Ingin Bahagia Seperti Mereka"



Di zaman modern ini sudah banyak sekali tayangan yang ditampilkan di media sosial yang tentunya mudah sekali untuk kita akses. Tayangan yang disajikan pun beragam, dari tayangan tentang kecantikan, kehidupan sehari-hari dan masih banyak lagi tayangan-tayangan lainnya. Karena banyaknya tayangan yang menampilkan “kesempurnaan” kehidupan seseorang, akhirnya membuat kita yang melihatnya  menjadi menginginkan kehidupan yang sempurna seperti itu dan kemudian bertanya-tanya, “Kapan ya aku bisa bahagia seperti mereka?”

Kita sama-sama telah menyadari bahwa standar kehidupan itu berbeda untuk setiap individu, ada yang sudah cukup dengan makan tiga kali sehari sebagai  standarnya, ada yang sudah cukup dengan liburan satu bulan sekali, dan masih banyak lagi standar yang diciptakan setiap individu untuk dirinya sendiri. Namun, karena banyaknya tayangan-tayangan yang beredar di media massa dan media sosial membuat kita yang menontonnya mulai menetapkan “standar” yang sesuai dengan apa yang  kita  lihat, seperti standar kecantikan, standar kepintaran, standar kekayaan, dan masih banyak lagi standar lainnya yang diciptakan oleh masyarakat karena menonton tayangan yang tersebar di media sosial. Padahal nyatanya, standar yang sebenarnya ada pada diri kita sendiri. Hidup kita hanya kita yang bisa menentukannya akan seperti apa kita kedepannya.

Tayangan yang beredar di media sosial pun beragam jenisnya. Salah satu contohnya seperti iklan produk kecantikan dengan model yang tentunya dinilai “sempurna” untuk mengambil peran mode produk yang akan diiklankannya. Kulit yang putih, alis tebal dan rapi, proporsi badan yang ideal, dan masih banyak lagi keindahan lainnya yang akhirnya dijadikan “standar” kecantikan oleh para wanita-wanita baik dari usia belasan tahun sampai usia puluhan tahun.  Tidak hanya berakhir pada standar kecantikan, kini standar intelektual pun hanya dinilai dari IQ yang tentunya membuat para generasi muda hanya berlomba-lomba meningkatkan hard skill nya saja sehingga tidak memiliki soft skill yang sebenarnya lebih diperlukan dalam kehidupan. Standar-standar inipun akhirnya membuat masyarakat berlomba-lomba menjadi seperti apa yang telah ditetapkan di masyarakat, melakukan segala upaya agar terlihat sempurna sehingga membuat diri menjadi kewalahan kemudian berakhir tidak menjadi dirinya sendiri. 

Namun, kita terlalu sibuk menyalahkan standar yang dibuat oleh masyarakat sampai kita lupa bahwa sebenarnya diri kita sendiri yang memaksa masuk dan mengikuti standar yang ada. Jadi, bagaimana cara kita untuk tetap berada pada standar kehidupan kita tanpa harus mengikuti standar masyarakat?

1. Selalu berpikir positif

Seperti yang kita tahu bahwa roda kehidupan selalu berputar, ada kalanya kita merasa sangat bahagia, ada saatnya kita merasa sangat kecewa. Maka dari itu cobalah untuk selalu berpikir posistif di setiap keadaan, karena dengan begitu, kita bisa menyelamatkan diri dari perasaan-perasaan negatif seperti rasa khawatir yang berlebih karena tidak bisa mengikuti standar yang ada.

2. Berhenti menyalahkan diri sendiri

Bukan salahmu ketika kamu tidak secantik mereka, bukan salahmu ketika kamu tidak sekaya mereka, kamu ada karena sebuah alasan dan kamu adalah sosok sempurna untuk orang-orang yang mampu melihatmu lebih dalam.

3. Jangan membandingkan diri dengan orang lain

Kamu tahu? Membandingkan diri  bukan cara yang tepat untuk menjadi lebih baik, terlebih di tengah maraknya penggunaan media sosial yang menampilkan kesempurnaan kehidupan orang lain membuat kita menjadi membandingkan diri kita dengan mereka. Oleh karena itu, cobalah untuk sedikit mengurangi melihat atau menggunakan media sosial agar kita tidak terlalu terfokus pada kehidupan orang lain dan kita lebih mampu bersyukur dengan apa yang kita miliki sehingga pikiran dan perilaku kita pun menjadi lebih positif.

4. Hindari orang-orang yang membawa pengaruh buruk 

Tanpa kita sadari, orang-orang yang ada disekitar kita sangat berpengaruh pada kehidupan kita terutama pada standar kehidupan kita. Maka dari itu sebisa mungkin hindari orang-orang yang toxic, baik itu teman-teman maupun pasangan kita sendiri. Meskipun alasannya “untuk  kebaikan dirimu sendiri”, alih-alih membuat semangat, orang-orang yang toxic akan membuat kita menjadi semakin tertekan dan tidak bahagia.

5. Lakukan hal yang membuat bahagia

Hidup tidak hanya sekadar untuk memenuhi setiap ekspetasi yang diinginkan orang lain terhadap kita, adakalanya kita harus membahagiakan diri kita sendiri. Cobalah untuk lebih fokus pada hal-hal yang membuat lebih bahagia dan melupakan segala standar yang ada lalu kembali mencintai diri sendiri dan bahagia untuk diri sendiri.

Standar kehidupan memang diperlukan untuk membuat kita lebih semangat lagi  menjadi lebih baik dari sebelumnya. Namun, standar yang terlalu tinggi kadang kala membuat kita menjadi tertekan dan merasa tidak mampu untuk bahagia seperti yang orang lain rasakan. Padahal nyatanya, kebahagiaan itu ada pada diri kita sendiri. Hanya kita yang mampu membuat kebahagiaan untuk diri kita. Maka dari itu perlu kita sadari bahwa apa yang kita miliki saat ini adalah yang terbaik untuk kita, karena apa yang membuat orang lain bahagia belum tentu membuat kita bahagia. Kebahagiaan orang lain belum tentu cocok untu kita. Allah lebih tahu apa yang cocok untuk kita dan apa yang Allah persiapkan untuk kita lebih baik dari harapan-harapan kita. Jangan lupa bersyukur 



Oleh : Siti Chareza Nazla Safira


Posting Komentar

5 Komentar