Dalam
Islam, kita diwajibkan untuk berbakti kepada kedua orangtua, seperti halnya
berkata dan berbuat baik, memberikan kebahagian kepada kedua orangtua dan lain
sebagainya. Sebagaimana firman Allah Swt. :
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ
بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ
أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ
“Dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya,
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada kedua orang ibu
bapakmu, hanya kepada- Kulah kembalimu.” (QS. Al luqman: 14)
Syaikh
As Sa’di menyatakan: “Berbuat baiklah kepada mereka berdua dengan seluruh
jenis kebaikan, baik dengan ucapan maupun tindakan”. Pasalnya, perintah
dalam ayat itu dengan kalimat yang menunjukkan keumuman, sehingga mencakup
seluruh jenis kebaikan, disenangi anak ataupun tidak, tanpa perdebatan,
membantah atau berat hati.
Ada
beberapa syarat yang menjadikan perbuatan baik seorang anak terhitung sebagai
bakti kepada kedua orangtuanya. Pertama, mengutamakan ridha kedua orangtua di
atas kepentingan pribadi, ridha istri, anak dan orang lainnya. Kedua, mentaati
kedua orangtua dalam masalah perintah dan larangan mereka, baik sesuai dengan
keinginan anak ataupun berlawanan dengan keinginannya, selama tidak ada aturan
syar’i yang dilanggar. Ketiga, dengan perasaan senang sepenuh hati memiliki
inisiatif untuk memberi kepada kedua orangtua, sesuatu yang sekiranya mereka
inginkan, meskipun tidak diminta.
Satu
hal yang menjadi titik berat adalah tentang rindu. Ya, rindu orangtua terhadap
kita. Kerinduan orangtua adalah rasa ingin orangtua untuk bertemu kepada sang
anak. Banyak orang yang menomorduakan orangtua di atas pekerjaan pribadi untuk
kesuksesan yang semata-mata hanya sementara. Padahal, menjemput kerinduan
orangtua termasuk salah satu cara untuk meraih kesuksesan. Sebab, kita telah membuat
mereka bahagia. Sebagaimana perkataan Abdullah bin ’Amru ra, ia berkata,
Rasulullah Saw bersabda:
رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي
سَخَطِ الْوَالِدِ
“Ridha
Allah tergantung pada ridha orangtua dan murka Allah tergantung pada murka
orangtua.” (Hadits riwayat Hakim, Ath-thabrani)
Pada
masalah ini, hal yang sering kita jumpai adalah seorang anak yang lebih
mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan dengan kerinduan orangtua.
Alkisah,
ibu bertanya kepada sang anak, “Apakah kamu akan pulang liburan kali ini
nak?”. Sang anak menjawab, “Saya bingung, bu, karena masih ada beberapa
hal yang harus diselesaikan di sini.”. Singkat cerita ibunya pun mengatakan,
“Ibu, sih, terserah kamu, nak, jika itu membuat kamu lebih sukses, ibu hanya
bisa mendoakan kamu dari kampung.”.
Percayalah,
ketika pekerjaan itu masih bisa ditinggalkan, maka tinggalkanlah dan
ketauhilah, ketika engkau memilih bertahan di sana, hati ibumu sangat kecewa
sekali, tetapi ia berusaha menguatkan
diri dan tersenyum di depanmu dan tentunya selalu mendoakanmu, buah hati
tercinta.
Bahkan,
ada sebuah kisah anak remaja perempuan yang merantau. Ketika itu, sang anak
tidak pulang kampung dengan alasan mengikuti kegiatan organisasi kampus.
Singkat cerita, ternyata anak perempuan itu masuk rumah sakit karena
kecelakaan. Pihak dokter pun langsung menghubungi orangtua yang bersangkutan.
Seketika jantung ibunya pun melemah dan dibawalah ke rumah sakit. Setelah
beberapa hari dirawat, kondisi sang anak dan ibu mulai sehat dan pulang kerumah. Akan tetapi,
karena jarak yang berjauhan sang anak tetap berada di daerah tempat
pendidikannya, begitupun dengan sang ibu yang kembali ke kampung halamannya.
Suatu ketika, pada sore hari, mereka saling menanyakan kabar melalui sambungan
video call. Sesaat setelah selesai, tepat pukul 02.00 WIB ibunya mendadak sakit
kembali dan menghembuskan nafas terakhirnya. Betapa sedihnya sang anak
tersebut, dengan keadaanya yang belum sembuh total, ternyata ibunya telah
meninggal dunia.
Saudaraku,
meskipun kita sukses atau merasa sangat senang dan nyaman pada saat itu, jika
engkau ada kesempatan pulang untuk menjemput kerinduan itu, maka pulang lah,
temani ibumu dan berbaktilah. Merekalah yang menjadikan engkau sukses dan
berhasil dengan izin Allah.
Sungguh
merugi jika kita mengetahui dekatnya surga dengan berbakti kepada kedua orangtua,
tetapi kita malah melalaikannya.
Dalam
jihad, kita diperintahkan untuk lebih mengutamakan orangtua. Sebagaimana dalam
sebuah riwayat ada seorang pemuda yang bernama Muawiyah bin Jahimah As-salami
dia datang menghampiri Rasul, “Ya Rasul apakah aku boleh ikut berjihad
bersamu”. Rasul pun bertanya, “Apakah engkau masih mempunyai ibu?”. Ia
menjawab, “Iya, ya Rasul, saya masih mempunyai ibu”. Rasulullah pun
bersabda,
“فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا” (artinya: hendaklah engkau berbakti pada ibumu karena syurga ada dibawah telapak kakinya.)
“فَالْزَمْهَا، فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا” (artinya: hendaklah engkau berbakti pada ibumu karena syurga ada dibawah telapak kakinya.)
Dari
hadits di atas, apakah kita masih belum menyadari akan pentingnya untuk
menjemput kerinduan orangtua?
Berbaktilah kepada kedua orangtua kita, terutama ibu, karena berbakti
kepada orangtua adalah salah satu amalan yang paling mudah memasukkan seseorang
ke surga. Rasulullah Saw. bersabda,
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ
الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ
“Orangtua
adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian
bisa menjaganya.” (HR. Ahmad, Hasan).
Jangan
ulur waktu untuk saling bertemu, jangan pikirkan akan ada waktu selanjutnya tapi
pikirkanlah jika waktu telah merubah keadaan, apakah kamu masih bisa berfikir
akan ada waktu selanjutnya?
13 Komentar
Masya Allah
BalasHapusBagus sekali
BalasHapusSemangat trus berkarya
BalasHapusSubhanallah. Kalau bisa cantumkan referensinya juga ya, sama bahasa dan topiknya lebih disederhanakan yg berhubungan dg keseharian masyarakat seperti bakal menarik dibaca oleh semua kalangan.
BalasHapusMakash kak insya Allah kedepannya aakan menggunaan referensi. Tapi seblmnya pen nanya kak, Referensi dari pembahasannya gitu kah kak maksd pian atau kek dari pembahasannya swperti pada haditsnya dispesifikan tentang ke absahannya atau gimana? Atau tambahkan brosing dari mana gitu? Soalnya ini artikelnya artikel opini kalo gak salah, naahh uln mash beljar kak, mngkin kalo kakka paham. Bisa lurusin dari pemahaman uln, mnta rela kak
HapusBagus sekali dibaca sama kaum muda khususnya mahasiswa seperti kita,, penuh makna👍👍 semangat terus yaa ditunggu karya selanjutnya 😊
BalasHapusInsya Allah. Tapi karya kakak Nanti ditunggu juga yaa😊
HapusSukses kawan 😊
BalasHapusKereeeenn✊
😍
BalasHapusPesan kalimat paling bawah sangat mengena, jagan ulur waktu untuk saling bertemu...
BalasHapus😍
Hapus😙
BalasHapusMāsyā Allāh ukhti,, dtunggu karya selanjutnya
BalasHapus