Remaja di Ambang Kegalauan


Pandangan sayu, makan tak nafsu, linglung, bingung, kalau diajak ngomong sering tak nyambung. Satu kata yang mewakili semua rasa itu: galau, sebuah sindrom paling beken yang menyerang muda-mudi kita di dekade akhir ini. Sebetulnya, bukan hal baru juga, kakek-nenek kita pun pasti merasakannya. Cuma bedanya, mereka lebih banyak diam dan menyelesaikan kegalauan dengan tenang dan dewasa. Penyebab galaunya pun mayoritas benar-benar hal yang besar dan menyangkut erat dengan kehidupan mereka.

Beda halnya dengan kita, mau belajar galau, mau bekerja galau, mau ibadah galau, mau menikah pun galau, seakan galau menjadi batu pijakan pertama dalam menghadapi kenyataan. Belum lagi pelariannya, dari melamun seharian, menghabiskan makanan, sampai sembarangan cari teman. Hasilnya pun ‘stuck!’ berjalan di tempat tanpa ada kemajuan, bahkan tak sedikit yang nggak ketulungan sampai galaunya mencapai stadiuam akhir alias futur.

Sebuah Persimpangan

Masa remaja adalah masa dimulainya cerita. Banyak pilihan, banyak jalan, dan banyak keinginan. Saat di mana kamu harus memilih satu dari dua hal yang bertolak belakang. Dengan pengetahuan yang dangkal dan pengalaman yang belum mapan, kamu akan berdiri terdiam di depan persimpangan, bingung memilih dan bimbang menentukan tujuan, galau pun menyerang.

Saat itulah kamu membutuhkan sebuah dukungan orang yang berpengalaman; baik itu orang tua, guru, atau teman-teman yang lebih dewasa darimu. Tapi sebelum itu semua, ada satu hal yang tak boleh dilewatkan; orientasi dalam hidup, yaitu tekad untuk mengikuti yang benar dan baik dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun beratnya mengikuti kebenaran.

Saat Nabi Adam diturunkan ke dunia bersama Hawa dan Iblis, Allah memberikan satu pesan kepada mereka; orientasi untuk mengikuti kebenaran. Allah سبحانه وتعالى berfirman,

قَالَ ٱهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًۢا ۖ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّى هُدًى فَمَنِ ٱتَّبَعَ هُدَاىَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ

“Turunlah kalian berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Q.S. Taaha : 123-124)

Hikmah yang bisa kita petik dari firman-Nya di atas, yaitu sebanyak apapun dukungan orang lain, seindah apapun nasihat orangtua, guru, dan sahabat, kalau orientasimu lemah untuk mengedepankan kebenaran, maka tidak akan bermanfaat nasihat dan petuah itu pada dirimu.

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Ankabut : 69)

Remaja adalah Buronan

Ketika umurmu menginjak usia 20-an, kamu akan mulai dikejar-kejar target; pendidikan, keuangan, atau pun hubungan. Biasanya ada satu kata tanya yang sering dilontarkan kepadamu di usia buronan ini; ‘kapan?’

“Eh, kapan lulus? Deadline nih, kapan job kamu selesai? Kapan nikah?”, dan seabrek pertanyaan ‘kapan?’ yang membuatmu terus berpikir sampai mentok tanpa solusi dan akhirnya galau lagi.

Jangan terlalu pusing memikirkan target kalau memang belum datang waktunya. Rezeki, ajal, pekerjaan, dan jodoh sudah ditentukan, kok. Tugasmu adalah giat memanfaatkan waktu yang tersisa sebelum ‘dia’ betul-betul tiba. Saat belajar, belajarlah dengan rajin sambil beramal. Saat bekerja, fokus dan selesaikan pekerjaanmu dengan baik. Waktumu bersosialisasi dan membuka relasi, aktiflah untuk bergerak dan banyaklah bertanya. Waktumu istirahat, istirahatlah sebelum datang masa sibuk kembali. Agendakan hidupmu serapi mungkin, jangan mencampurnya. Namun, fokuslah setahap demi setahap dan jangan lupa berdoa.

Yang lebih utama bagi seorang muslim adalah fokus mengerjakan kewajiban yang ada saat ini, mengumpulkan  tekad untuk menyelesaikannya, dan jangan meminta diwajibkan apa yang berat baginya, namun hendaknya dia bahagia dengan keselamatan dan ampunan Allah untuknya. Seorang hamba pikirannya terus menggantung pada hari esok (yang belum pasti terjadi, kemudian dia mengesampingkan tugas hari ini.), dia akan melemah dalam mengerjakan tugasnya di  hari ini dan hari esok sekaligus karena semangat untuk hari ini telah teralihkan untuk hari esok, sedangkan tugas selalu mengikuti semangat. Jika datang hari esok, semangat yang ada telah habis, akibatnya dia akan terbantu mengerjakan tugasnya.” (Asy-Syaikh As-Sa'di; Tafsir As-Sa'di)

Para Penakluk Jiwa

Para remaja adalah para penakluk jiwa, yang terombang-ambing, mudah berubah, karena masa remaja adalah masa dimulainya ia berlatih mengendalikan dirinya. Perkembangan tubuhnya lebih pesat daripada perkembangan emosinya, hal itu membuatnya seperti seorang anak kecil di dalam tubuh manusia dewasa. Dalam tubuh itu ia mulai mengenal hawa nafsu yang selalu mengajak kepada perbuatan negatif, terus berbisik di telinganya untuk berbuat maksiat. Tak jarang, dia harus jatuh jauh sebelum mencapai kedewasaan.

Pada masa ini, banyak dari kita yang berpikir bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penolong. Sebesar apapun dosa yang kita lakukan, Allah pasti mengampuni jika kita bertaubat dan istighfar sehingga meremehkan dosa dan ketagihan untuk bermaksiat pun hinggapi jiwa, na'udzubillah, padahal dosa memiliki efek negatif dan pengaruh dalam kehidupan.

“Banyak orang yang menyangka bahwa apabila seseorang melakukan sebuah maksiat lalu mengucapkan ‘Astaghfirullah’ akan hilang bekas-bekas dosa darinya sehingga dia bisa hidup tenang dengan itu.” (Ustadz Fauzi Nur)

“Maksiat memiliki efek-efek buruk lagi hina yang menimpa hati dan tubuh di dunia dan akhirat, tidak ada yang mengetahui banyaknya, kecuali Allah. Diantaranya adalah gelisah yang dirasakan dalam hati seorang yang bermaksiat dalam hubungan antara dia dengan Allah. Tidak ada kelezatan apapun yang bisa mengimbanginya. Meski dia mengumpulkan seluruh kebahagian dunia, kegelisahan itu tak akan sirna.” (Ibnul Qayyim, Ad-Dawad Dawa)

Tidak cukup dengan itu, bahkan maksiat akan memberi efek negatif dalam hubungan pelakunya dengan makhluk lain. Berkata sebagian salaf, “Sungguh suatu kali aku bermaksiat kepada Allah, maka aku bisa merasakan pengaruhnya pada perilaku hewan tungganganku dan sikap istriku” (Hilyatul Aulia)

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ ٱلرَّحْمَٰنُ وُدًّا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Allah yang Maha Pemurah akan menjadikan untuk mereka rasa cinta.” (Q.S. Maryam: 96)

Ditafsirkan oleh para ulama, sebagaimana seorang yang beriman dan beramal saleh akan dicintai orang lain, sebaliknya orang yang bermaksiat-baik yang tampak maupun tersembunyi- akan dibenci dan dijauhi dengan kehendak-Nya.

Jika dirinci, tidak akan cukup ilmu penulis dalam kolom yang singkat ini membahas penyebab galau dan obat-obatnya. Hanya saja secara garis besar, jika direnungi, pasang-surut semangat jiwa terkait erat dengan pasang-surut iman di hati dan raga. Semakin kuat imanmu, semakin mantap langkahmu. Semakin surut amalmu, semakin galau hatimu, langkah pun mengambang, hanya berputar antara bingung dan bimbang.

Allah berpesan:

يُثَبِّتُ اللهُ الَذِّيْنَ ءَامَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْأَخِرَةِ صا وَيُـضِلُّ اللهُ الظَّلِمِينَ ج وَيَفْعَلُ اللهُ مَا يَشَآءُ

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Q.S. Ibrahim: 27).

 

Oleh : Ikhpa Erdayanti


Posting Komentar

2 Komentar