Lisan
merupakan anugerah yang diberikan Allah SWT kepada manusia untuk berbicara.
Namun manusia seringkali lupa dan susah untuk mengontrol setiap perkataan yang
keluar dari lisannya. Kita pasti sering mendengar ada pepatah yang mengatakan
bahwa “lidah itu lebih tajam daripada sebuah pedang”. Hal itu memanglah
benar, karena apa? Karena seringkali tanpa kita sadari perkataan yang kita
keluarkan mungkin saja terdengar biasa bagi kita namun bagi orang lain? Bisa
saja menyakitkan.
Berhati-hatilah
terhadap lisan! Ketika perkataan itu sudah keluar dari lisan maka tidak mungkin
lagi bisa ditarik kembali. Ketika hati orang lain terluka karena perkataan
kita, mungkin setelah kita menyadari bahwa perkataan itu menyakitkan bagi orang
lain kita bisa saja meminta maaf kepadanya, tetapi apa kita mengetahui
bagaimana keadaan hatinya? Apa hatinya terluka karena perkataan atau ucapan
kita? Ya itu mungkin saja, biasanya hati yang sudah terluka karena perkataan
itu sulit untuk diobati, bahkan tak jarang orang lain bisa saja memaafkan atas
perkataan kita namun hatinya masih terluka.
Islam
mengajarkan kepada kita agar selalu menjaga lisan dan bertutur kata yang baik
lagi sopan. Dalam hadits Rasulullah SAW bersabda :
سلامةالانسان في حفظ اللسان
“ Keselamatan manusia
tergantung pada kemampuan menjaga lisan. (HR. Al-Bukhari)
Selain
itu, Allah SWT juga mengingatkan kepada manusia agar selalu menjaga lisannya
karena selalu ada malaikat yang akan mencatat setiap ucapan yang keluar dari
lisan manusia, melalui firman-Nya dalam surah Qaf ayat 18 yang berbunyi :
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ
“Tidak
ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas
yang selalu siap (mencatat)”. (QS. Qaf : 18)
Sebagai
seorang muslim kita harus bisa menjaga lisan untuk tidak menyakiti hati orang
lain, jangan sampai kita mengungkit aib seseorang terlebih lagi menghalangi
niat seseorang untuk berubah menjadi yang lebih baik. Kadang lisan ini sulit
menahan untuk tidak berkomentar, misalnya, ketika ada teman yang jarang
terlihat sholat kemudian ia mau sholat lalu ada yang berkomentar ‘tumben
sholat’ akhirnya teman tadi tidak jadi ikut sholat. Nah seperti contoh tersebut
mungkin saja bagi yang berucap terdengar seperti candaan atau hal yang biasa.
Namun bagi yang mendengarkan? Bagaimana jika keadaan tersebut berbalik kepada
yang berucap? Mungkin saja itu menyakitkan bukan. Dan bagi orang yang
mengatakan ‘tumben sholat’ bagaimana dosanya, dia membuat seorang manusia tidak
mau bersujud kepada tuhannya hanya karena lisannya, na’udzubillahi min dzalik.
Perkara
menjaga lisan tidak hanya menahan perkataan yang keluar dari mulut saja, kita
juga harus bisa menahan perkataan yang diketik melalui jari jemari, baik itu
saat berkomentar di media sosial, saat berbicara melalui telepon, maupun sejenisnya.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa “lebih baik diam daripada kamu tidak bisa
menjaga lisan” artinya diam dapat
menyelamatkan seseorang dari masalah yang rumit. Lidah itu tajam, daripada kita
berbicara namun berisi hal yang tidak ada faedahnya lebih baik kita diam.
Bahkan di dalam hadits Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ، فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam (Muttafaq Allaih)" (HR Bukhari dan Muslim)
“Mungkin berkata-kata itu lebih
bagus daripada diam, tetapi membisu itu lebih baik daripada berkata perkara
yang menyakitkan hati orang lain. Hati yang terluka itu ibarat kaca yang sekali
pecah sulit untuk disatukan, meskipun bisa disatukan tetapi bekas pecahan itu
akan tetap terlihat”. Maka dari itu jagalah lisan! Jangan sampai kita
menyebut kekurangan orang lain dengan lisan kita, sebab kita pun juga mempunyai
kekurangan dan orang lain pun juga punya lisan. Lebih baik diam daripada kita
berbicara tetapi membuat orang lain terluka.
Oleh: Khoirunnisa
0 Komentar