Merayakan Tahun Baru Masehi dalam Pandangan Islam

 


Tidak terasa kita sudah melewati tahun 2020 dan memasuki awal tahun 2021. Untuk menyambut pergantian tahun, sering diadakan berbagai macam acara, seperti konser, seni budaya, karnaval atau pertunjukan kembang api. Hal ini terjadi tidak hanya di Indonesia saja, tetapi terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Namun, bagaimanakah pandangan Islam mengenai perayaan-perayaan seperti ini?

Beberapa ulama berpendapat bahwa perayaan tahun baru masehi adalah prosesi atau perayaan yang dilarang oleh Islam. Hal ini karena tidak sesuai dengan rukun Islam, fungsi iman kepada Allah, sumber syariat Islam, rukun iman, akhlak dalam Islam, hubungan akhlak dengan iman dan Islam, serta hubungan akhlak dan tasawuf dalam Islam. Apalagi jika di dalamnya terdapat unsur-unsur hedonisme, hura-hura atau berfoya-foya.

Merayakan tahun baru berarti sama saja meniru tradisi orang kafir. Jika umat Kristiani menggunakan lonceng untuk memanggil jama’ahnya ketika beribadah, orang Yahudi menggunakan terompet, sementara orang Majusi menggunakan api, maka pada jam 00.00 malam tahun baru semua model tersebut hadir dalam satu waktu. Lonceng berbunyi, terompet berbunyi, kembang api pun dinyalakan.

“‘Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika mereka itu masuk ke lubang biawak, pasti kalian pun akan mengikutinya.’ Lalu kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?’ Beliau menjawab, ‘Lantas siapa lagi?’” (HR. Muslim)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara.” (Majmu’ Al Fatawa, 27:286)

Perayaan tahun baru ini pada dasarnya bukan hari raya umat Islam, melainkan perayaan dari orang-orang non muslim, khususnya kaum Nasrani. Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke Eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan natal yang dipercaya oleh bangsa Eropa sebagai hari lahir Nabi Isa. Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun baru tergantung niatnya, tetapi seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang kafir. Sekadar menyerupai pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ berikut.

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka. (HR. Abu Daud no. 4031, dishahihkan oleh Al Albani)

Banyak sekali dalil-dalil dari al Kitab dan as-Sunnah, serta atsar-atsar yang shahih (dari Sahabat dan lainnya) yang melarang untuk menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka. Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang merayakan tahun baru dengan minum khamar, berzina, tertawa, dan hura-hura. Bahkan begadang semalaman suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia, padahal Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikan malam untuk beristirahat, bukan untuk begadang sepanjang malam. Mengharamkan perayaan malam tahun baru untuk umat Islam adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat. Demikian, dapat kita pahami bahwa ikut merayakan tahun baru masehi termasuk perbuatan yang diharamkan oleh jumhur ulama.

Tahun baru dalam Islam adalah tahun baru Hijriyah. Tahun baru masehi berbeda dengan tahun baru hijriyah. Tahun baru hijriyah ditandai dengan hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ dari Kota Mekkah ke Madinah. Untuk menyambut tahun baru hijriyah, biasanya umat Islam merayakan dengan hal-hal positif tanpa adanya hal-hal yang menyimpang dari syariat Islam. Maka dari itu, hendaklah kita tidak ikut-ikutan untuk merayakan tahun baru Masehi, apalagi dengan melakukan hal-hal negatif yang bertentangan dengan syariat Islam. Sebaiknya kita berdiam diri di rumah dengan melakukan hal-hal positif dengan menaati aturan-Nya, seperti dengan memperbanyak ibadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

 

Oleh: Fenty Nor Safitri dan Helma Nor Wanda

Posting Komentar

1 Komentar