Ada sebuah kisah menarik yang dapat kita simak dan dijadikan
ibrah (pelajaran) dalam menjalani hidup, tentang
baik dan buruk, juga
tentang pahit manisnya hidup, sebagai bahan
renungan bersama-sama dan juga sebagai rem untuk membatasi perilaku kita.
Dikisahkan ada seorang ibu yang sudah lanjut usianya, beliau ingin
menceritakan pengalamannya. Beliau memiliki tiga orang anak laki-laki dan semuanya sudah
menikah. Suatu
hari, beliau menziarahi
anaknya yang paling tua. Tujuanya pada waktu itu adalah ingin menginap di rumah anaknya bersama
dengan keluarga anak pertama beliau.
Pagi
hari itu, ia
meminta kepada istri anaknya
air untuk berwudhu. Lalu ia
bewudhu, kemudian shalat. Air
lebih dari sisa wudhu ditumpahkannya ke atas kasur tempat
tidurnya semalam. Ketika dia
(menantu) datang mengantarkan sarapan pagi, sang ibu berkata kepadanya, “Ananda, beginilah kondisi
kalau sudah tua. Semalam,
aku ngompol di atas kasur.”
Dengan spontan, dia emosi dan marah. Sang ibu mendengar kalimat kasar,
pedas, dan jelek meluncur tanpa
rem dari mulutnya. Kemudian dia (menantu) memerintahkan untuk mencuci dan
mengeringkannya kembali. Ia juga mengancam agar tidak melakukannya lagi.
Sang
ibu menahan kemarahannya dan membersihkan tempat
tidurnya. Hari selanjutnya, ia
pergi ke rumah anaknya
yang kedua. Di sana, ia juga melakukan hal yang
sama. Meledak marah istri anaknya
tersebut dan memperlakukannya seperti yang dilakukan
oleh istri anaknya
yang pertama. Bahkan ia melapor kepada suaminya. Sang anak diam saja,
tidak memarahi istrinya dan tidak membela ibunya. Setelah itu, sang
ibu memutuskan untuk meninggalkan mereka, dan pergi ke
rumah anak bungsunya.
Di rumah itu, ia
juga melakukan hal yang sama seperti yang ia
lakukan di rumah dua orang saudaranya. Ketika istrinya datang mengantarkan
sarapan pagi, ia memberitahu bahwa ia semalam mengompol di atas tempat
tidur. Sambil tersenyum ramah, istri anaknya tersebut
berkata, “Tidak
apa-apa, Ibu.
Ini keadaan orang sudah tua. Dulu berapa sering kami ngompol di pangkuan ibu
ketika kami masih kecil.”
Kemudian ia bersihkan tempat tidur itu, ia keringkan dan ia beri wewangian.
Siang harinya, sang
ibu berkata kepadanya, “Aku punya seorang teman. Ia
minta belikan perhiasan emas kepadaku, tapi aku tidak tahu ukurannya seberapa.
Orangnya persis sebesarmu ini. Tolong berikan kepadaku ukuran tanganmu.”
Setelah mendapatkan ukuran yang diinginkan, ia
pergi ke pasar membeli perhiasan emas yang banyak karena ia punya harta
melimpah. Kemudian ia undang seluruh anak dan menantunya untuk datang ke
rumahnya. Ia keluarkan seluruh perhiasan yang sudah ia beli, lalu ia ceritakan
perihal sebenarnya bahwa ia sengaja menumpahkan air di atas tempat tidur. Tidak
ada ia mengompol waktu tidur.
Dia panggil istri anaknya yang
paling kecil, lalu ia pasangkan perhiasan itu kepadanya. Ia berkata, “Inilah anakku tempat aku
bersandar nanti ketika aku sudah semakin tua. Aku akan menghabiskan sisa-sisa
umurku bersamanya.”
Dua
orang istri anaknya yang pertama dan kedua menahan malu dan sesal. Selanjutnya, ibu itu berkata kepada anak-anaknya,
“Seperti inilah nanti
perlakuan anak-anak kalian kepada kalian ketika kalian sudah tua.
Bersiap-siaplah untuk menyesal pada hari itu sebagaimana menyesalnya aku atas
letihnya aku mengasuh kalian waktu kecil, kecuali adik kalian ini. Ia akan hidup
bahagia dan akan menemui Tuhannya dalam keadaan gembira. Kalian berdua tidak
mendapatkan hal seperti ini dari istri-istri kalian karena kalian tidak
mendidik mereka tentang harga seorang ibu.”
Dalam kisah ini, ada ibrah/pelajaran
yang dapat kita ambil. Bukankah jelas dapat kita renungkan bersama-sama dimana
dipertegas lagi dalam Al-Qur’an bahwa diberikan pesan yang sangat
kuat pada setiap manusia untuk berbakti kepada kedua orangtuanya.
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ
اِحْسَانًا
“Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua
orangtuanya.” (QS. Al-Ahqaf:15).
Ketika
kita mendapat perlakuan dari orangtua yang
kurang menyenangkan bagi kita,
janganlah cepat marah. Bayangkan perjuangan yang mereka berikan kepada kita selama ini.
Untuk para lelaki, khususnya, sedewasa apapun kalian,
sudah menikah atau belum,
hak dan kewajiban kalian terhadap orangtua kalian tidak akan pernah bisa kalian
lepas. Berbeda dengan anak perempuan,
ketika sudah menikah,
maka orangtua dari pihak perempuan sudah menyerahkan tanggung jawab besar
terhadap pihak lelaki. Jadi, jangan melupakan ibumu karena dalam hidupmu ada dua wanita penting
yang selalu mendoakanmu, merekalah ibumu
dan istrimu.
Maka dari itu, wahai para istri jangan
halangi suamimu berbakti kepada orang tuanya. Biarkan dia melakukan tugasnya
sebagai seorang anak dan juga sebagai seorang kepala rumah tangga. Bantu dia untuk
bisa berbakti terhadap orang tuanya.
Semoga dengan kisah ini, kita bisa merenungkan,
memikirkan dan juga menjadikan muhasabah diri untuk bisa berbakti kepada kedua
orangtua.
“Kamu merawat ibumu sambil menunggu kematiannya,
sementara ibumu merawatmu sambil mengharapkan kehidupanmu” (Umar bin Khattab)
Oleh:
Leni Yuniarti dan Normasanti
1 Komentar
Alhamdulillah sangat bermanfaat
BalasHapus