Toleransi
dalam bahasa Arab disebut al-tasamuh. Namun, kata tersebut tidak ditemukan secara
eksplisit dalam Al-Quran.
Al-tasamuh bisa ditemui
dalam hadis inni ursiltu bi al-hanifiyyat al-samhat. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa
beliau diutus Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menebarkan toleransi. Walaupun kata al-tasamuh tidak ditemukan dalam
Al-Quran, menurut buku karya Zuhairi Misrawi,
kitab suci Al Quran menulis semua toleransi dalam sikap saling menghargai,
menerima, serta menghormati keragaman budaya dan perbedaan berekspresi.
“Maka Al-Quran merupakan
kitab suci yang secara nyata memberikan perhatian terhadap toleransi. Hal
tersebut dapat ditemukan dalam ratusan ayat yang secara gamblang mendorong
toleransi serta menolak intoleransi.” (Buku karya Zuhairi Misrawi)
Toleransi
dalam Islam juga tertulis dalam Al-Quran
surat Al Mumtahanah
ayat 8-9. Dalam surat tersebut, Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman agar setiap muslim
berperilaku baik kepada umat beragama lain selama tidak ada sangkut pautnya
dalam agama. Hal ini juga menjelaskan bagaimana batasan toleransi dalam Islam.
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين. إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ
قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى
إِخْرَاجِكُمْ أَن تَوَلَّوْهُمْ وَمَن يَتَوَلَّهُمْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
“Allah tidak melarang kamu
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam
urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan
agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk
mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah
orang-orang yang zalim.”
(Q.S. Al Mumtahanah: 8-9)
Selain itu, dalam surat
Luqman ayat 15, Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman mengenai tetap berperilaku baik kepada keluarga atau saudara non
Islam, walaupun mereka sempat mengajak untuk mempersekutukan Allah Subhanahu wa ta’ala.
وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ
لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا
ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ
فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau
tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku
beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Luqman: 15)
Nah, setelah membaca pemaparan mengenai toleransi di atas,
berikut
beberapa manfaat toleransi menurut agama Islam:
1. Mempererat
silaturahmi. Misalnya saja suatu kaum budaya tertentu yang kemudian hanya
bersedia bertemu dengan kaum dari budayanya yang sama. Hal semacam inilah yang
akan menghambat terjadinya silaturahmi antar golongan yang berbeda. Toleransi dalam Islam akan saling
mempererat silaturahmi. Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu perbedaan memang
menjadi alasan sebuah pertentangan golongan satu dan golongan lainnya. Jika
manusia tidak mengerti dan tidak paham akan arti sebuah toleransi, maka
silaturahmi tidak akan pernah terjalin.
2. Menghindari
perpecahan. Menanamkan toleransi di dalam diri dapat membuat manusia menjadi
semakin memaklumi perbedaan. Ketika toleransi sudah menjadi sebuah kebiasaan,
gesekan dan singgungan dalam masyarakat tidak akan membuat munculnya sebuah
permasalahan yang berujung pada perpecahan.
3. Melatih
diri untuk saling menghargai dan menghormati. Bertoleransi antar sesama
memengaruhi kita dalam melatih diri untuk belajar saling menghargai. Menghargai
bahwa setiap manusia memiliki agama, suku, budaya, etnis yang berbeda. Tidak
ada gunanya jika kita memperdebatkan suatu perbedaan karena ujungnya akan
semakin membuat rasa persaudaraan menurun.
4. Meningkatkan
rasa persaudaraan. Jika toleransi dapat memperkuat hubungan antar manusia, maka
sudah dipastikan rasa persaudaraan antar manusia semakin dipupuk. Jika setiap
orang mampu menumbuhkan rasa toleransi antar sesama, maka setiap silaturahmi
dan pergaulan dalam Islam dapat terjaga dengan baik.
5. Meningkatkan
keimanan. Agama apapun pasti mengajarkan kebaikan kepada umatnya. Tidak ada
satu agama pun
yang mengajarkan umatnya untuk hidup bermusuhan dengan umat yang lain. Semua
agama pasti akan memerintahkan kita untuk memiliki sikap toleransi yang tinggi
dalam menghargai perbedaan sesama manusia. Maka dari itu, dengan menerapkan
toleransi, insya Allah
keimanan kita akan tetap terjaga.
6. Perkembangan
dapat terlaksana. Suatu masyarakat yang memahami benar arti toleransi akan
menciptakan suasana negara yang aman, tertib dan damai. Ketertiban dan kesatuan
suatu negara adalah kunci kesuksesan menuju keberhasilan terlaksananya
program-program pembangunan di suatu negara. Sebaliknya, jika tidak adanya
toleransi dalam suatu masyarakat, akan membuat kekacauan, pertikaian, saling
menuduh dan banyak permasalah lain yang pastinya menghambat suatu kemajuan
daerah dan bangsa.
7. Tidak
membuat diri merasa paling benar. Toleransi akan membuat individu dapat berpikir lebih positif. Tak
hanya itu, dengan mengandalkan toleransi, pemimpin akan memimpin warganya
dengan sangat adil. Sebab,
perbedaanlah yang membuat individu kemudian akan berpikir lagi mengenai setiap
keputusan dari berbagai sudut pandang, yang akan membuatnya semakin rendah hati
serta tidak merasa paling benar. Islam sendiri mengajarkan bahwa toleransi
tidak hanya dilakukan untuk sesama manusia, tetapi
juga dengan alam semesta, binatang dan lingkungan sekitar.
Masya
Allah, kalau kita menerapkan sikap toleransi
dalam kehidupan, dunia akan lebih aman, nyaman, damai, dan tentram. Supaya kita
bisa semakin menghargai ciptaan Allah yang Maha Kuasa, yuk upayakan untuk
bertamu ke rumah-Nya.
Oleh: Eny Rufaidhah dan Zahra ‘Unnisa
Aulia
0 Komentar