Pada masa sekarang ini, melontarkan kata-kata yang tidak
pantas bahkan terkesan kasar dianngap biasa-biasa saja bagi sebagian orang. Kata-kata tersebut biasanya digunakan
anak muda atau remaja sebagai umpatan kepada orang lain untuk mengekspresikan
suasana atau perasaan dirinya terhadap peristiwa sesuatu, hingga terasa melekat dan
membudaya kata-kata tersebut dalam
keseharian anak muda.
Ada pula kata-kata yang memiliki makna ambigu, bisa menjadi umpatan, tetapi
bisa juga menjadi ungkapan ketakjuban terhadap sesuatu. Pada akhirnya, hal ini banyak menuai kontroversi
dan juga melahirkan berbagai pandangan. Dalam agama
Islam, hal ini termasuk syubhat, yaitu dimana suatu kondisi
tidak diketahui apakah perkara itu dibolehkan atau tidak. Namun, agama mengajarkan untuk selalu menjaga diri dari
perkara syubhat. Dalam hadis Nabi Muhammad ﷺ, disebutkan sebagai berikut.
Dari An-Nu’man bin Basyir
Radhiyallahu ‘Anhuma, beliau mengatakan, “Saya mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda, ‘Sungguh yang halal itu jelas, yang haram pun jelas. Dan diantara
keduanya ada perkara yang syubhat –perkara yang rancu– yang tidak diketahui
oleh kebanyakan orang. Maka barangsiapa yang menghindari syubhat, maka berarti
dia telah membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh ke
dalam perkara-perkara syubhat, maka dia jatuh dalam perkara yang diharamkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti seorang gembala menggembalakan di
sekitar tanah larangan. Hampir saja dia masuk dalam tanah larangan itu. Dan
sungguh setiap Raja itu memiliki tanah larangan. Dan tanah larangan Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah perkara-perkara yang diharamkanNya. Dan sungguh
dijasad ini ada sekerat daging yang jika dia baik maka seluruh anggota tubuh
akan baik dan jika dia rusak maka seluruh anggota tubuh akan rusak dan itu
adalah hati.’” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, hadis di atas
menyuruh kita untuk selalu menjaga diri dari sesuatu yang tidak pasti, apakah
kata-kata tersebut boleh digunakan atau tidak karena didasarkan pada penafsiran
pada orang yang mendengarnya. Bisa jadi, kita yang mengatakan merasa perkataan
itu adalah perkataan biasa dan tidak menyakiti hati. Namun, bagi orang yang
kita sebut dengan kata-kata di atas, bisa jadi mereka menganggap bahwa
perkataan tersebut tidak baik berakibat menyakiti hati mereka sehingga kita berdosa
mengucapkannya.
Perkara kata yang ambigu seperti
yang dijelaskan di atas juga
sering digunakan
mengeksrepsikan suasana hati atau perasaan terhadap peristiwa sesuatu. Entah
itu perasaan senang, kagum, bangga, terkejut dan lain sebagainya. Kenyataannya,
kita tidak mengetahui apakah kata tersebut boleh atau tidak digunakan untuk
menunjukkan ekspresi atau suasana hati seseorang terhadap sesuatu. Akan tetapi,
ingatlah bahwa segala sesuatu itu terjadi karena Allah Subhanahu wa
ta’ala yang sudah mengatur
semua hal tersebut. Patutnya, seorang muslim sejati mengamalkan kalimat thayyibah dalam perkataannya untuk menunjukkan ekspresi dan suasana hatinya.
1.
Subhanallah; kata yang diucapkan ketika melihat/mendengar/mengetahui
sesuatu keburukan atau tidak baik.
2.
Alhamdulillah; kata yang
diucapkan ketika senang dan bahagia ketila mendengar/melihat/mengetahui sesuatu.
3.
Masya Allah; kata yang diucapkan ketika kagum dan
terkejut mendengar/melihat/mengetahui sesuatu.
Mudah-mudahan kita semua termasuk orang yang
menjaga diri dan berhati-hati. Jangan sampai terpengaruh dan mengikuti
perkembangan sosiokultural yang tidak diajarkan oleh agama bahkan yang
ditentang oleh agama. Semoga kita umat muslim selalu dapat lindungan, kebaikan
serta selalu menjadi pribadi muslim yang sebenar-sebenarnya. Aamiin.
Oleh: Akhmad Muzakki Rahman
0 Komentar