Akhir-akhir ini demam drama Korea tampaknya sedang menjangkiti Indonesia, terutama diderita oleh kaum hawa.
Banyak dari remaja putri bahkan hingga ibu-ibu juga kecanduan drama Korea ini,
seperti ada medan magnet yang mampu menarik mereka untuk duduk di depan layar
kaca hingga berjam-jam lamanya. Tampak seperti disihir yang membuat mereka
larut di dalamnya. Sebagaimana pengakuan salah seorang penggemarnya, “Anehnya,
bagi penggemar drama Korea baru seperti saya, selalu merasa ketagihan saat
mulai menontonnya. Rasanya satu episode tak pernah cukup. Bahkan saya kerap
begadang hingga pagi menjelang karena penasaran dengan cerita di episode
selanjutnya. Efeknya, seperti yang saya katakan sebelumnya, bahwa drama Korea
bisa membuat kita lupa waktu.” Demikian celoteh salah seorang penggemar drama
Korea.
Lalu apa yang menyebabkan drama Korea ini demikian digandrungi?
Banyak sekali analisa dan apresiasi dari pecintanya. Mulai dari alur cerita
yang menarik, totalitas berperan, wajah-wajah pemeran yang tampan dan cantik,
indahnya musik yang mengiringi, berlatar-belakang budaya kebaratan, dan
sebagainya. Bagi non-muslim hal yang demikian mungkin sah-sah saja karena
memang demikianlah keadaan mereka. Orang-orang Korea yang kebanyakannya adalah
penganut konfusianisme, taoisme, dan shamanisme mempunyai budaya sangat
menyukai drama-drama dan musik.
Namun, bagi seorang muslim, menggandrungi drama ini tentu adalah
sebuah tragedi (fenomena yang menyedihkan). Mengapa demikian? Drama adalah
sebuah sandiwara (pertunjukan cerita yang diperankan orang). Bersandiwara
adalah berpura-pura alias dusta. Kebanyakan ceritanya pun hasil gubahan sang
sutradara, meskipun terkadang berlatar belakang kisah nyata. Yang paling
ringannya adalah berdusta secara nyata karena pemerannya tentu bukan yang
mengalami kisah sebenarnya. Padahal, Islam sangat mencintai kejujuran dan
membenci kedustaan, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ “Sesungguhnya kejujuran
senatiasa membimbing kepada kebaikan, dan kebaikan senantiasa memberi petunjuk
kepada surga, dan seseorang yang senantiasa jujur akan ditulis di sisi Allah
sebagai orang yang jujur. Adapun sebaliknya, kedustaan itu akan mengarahkan
kepada kejelekan, dan kejelekan akan mengarahkan kepada neraka. Sesungguhnya
seseorang itu senantiasa berdusta hingga ia tercatat di sisi Allah sebagai
seorang pendusta.”(HR. Mutafaqun Alaih dari sahabat Ibnu Mas'ud)
Apalah jadinya jika setiap hari kita menonton dan menikmati
kedustaan? Bahkan menyukai untuk didustai? Jika permasalahan hanya sekadar itu
saja, maka sebenarnya sudah cukup alasan bagi seorang muslim untuk
meninggalkannya. Apalagi ternyata permasalahannya tidak berhenti disitu saja.
Yang lebih parah lagi ketika kita menyaksikan aurat laki-laki dan perempuan di
drama-drama ini, padahal Allah mengharamkan hamba-Nya melihat aurat yang tidak
halal, sebagaimana firman-Nya, yang artinya:
“Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau
putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka,
atau wanita-wanita Isam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan mereka yang mereka sembunyikan. Dan
bertobatlah kalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian
beruntung.” (QS. An-Nur: 30-31)
Terlebih lagi, tidak karang di situ dipertontonkan pula perilaku
asusila, seperti (penulis memohon maaf) berciuman, berpelukan, dan adegan
lainnya yang tidak seharusnya diperlihatkan. Jika itu sepasang suami istri pun,
Islam melarang mempertontonkan yang demikian. Apalagi jika mereka bukan
pasangan yang sah. Lebih dari itu latar belakang kehidupan yang disajikan di
drama-drama itu tentu saja adalah kehidupan orang-orang kafir yang tanpa
aturan. Berduaan dengan yang bukan mahram, bercampur baur laki-laki dan
perempuan, dan berbagai kemaksiatan yang lain. Allahul Mustaan.
Berikutnya, mengagumi tokoh-tokoh pemeran drama. Apa yang kita
kagumi dari mereka? Wajahnya? Ketampanan dan kecantikannya? Benar-benar sebuah
musibah. Secara tidak sadar kita digiring ke visi kehidupan yang rendah,
hedonis (pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai
tujuan hidup), dan matrealistis (pandangan hidup mendasarkan segala sesuatu
pada kebendaan semata-mata, dan mengesampingkan segala sesuatu selain apa yang
diindranya), padahal Allah tidak melihat ketampanan wajah dan kecantikan rupa
seorang hamba, semua tak berarti apa-apa tanpa takwa. Hanya menyisakan daging
yang membusuk ketika sudah tak bernyawa.
Apalah artinya ketampanan dan kecantikan tanpa takwa? Mereka
artis-artis Korea yang dikagumi itu semuanya adalah orang-orang kafir yang
tidak mengenal Rabbnya. Kehidupannya penuh khurafat, kesyirikan, dan
filsafat-filsafat buatan manusia belaka. Orang-orang yang gagal dalam hidupnya
karena tidak bertauhid kepada-Nya. Sungguh sia-sia ketika wajah nan tampan dan
cantik itu akhirnya sekadar jadi bahan bakar api neraka. Akankah kita kagum
dengan sesuatu yang akhirnya hangus dibakar saja?
Maka tidaklah pantas seorang muslim atau muslimah menghabiskan
waktu di depan layar hanya sekadar menyaksikan sesuatu yang tak berharga bahkan
mengandung dosa. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, “Dua nikmat yang sebagian
besar manusia terlena karenanya, (yakni) kesehatan dan waktu luang.” (HR.
Bukhari)
Akhirnya, mungkin kita tidak merasa heran, jika kemudian hari
mendengar akhir yang tragis bagi sebuah drama Korea. Tidak menunggu di akhirat,
di dunia pun telah Allah tampakkan sebagiannya. Apa itu? Silahkan cermati
petikan berita di bawah ini.
“Kasus bunuh
diri yang menimpa artis di Korea Selatan dikabarkan cukup tinggi. Beberapa
kali, publik dikejutkan dengan berita mengenai seleb yang memilih mengakhiri
hidupnya. Sebelumnya, artis cantik Kang Doo Ri ditemukan tewas dalam kecelakaan
mobil, Korea Selatan, 13 Desember, pukul 04.00 waktu setempat. Rupanya dari
hasil penyelidikkan, diketahui bahwa kecelakaan ini hanyalah rekayasa yang
telah lama direncakannya. Kemudian, aktor Kim Sung Min yang memerankan Miss
Mermaid (2002-2003) dan Lotus Flower Fairy (2004-2005) juga meninggal dunia
akibat bunuh diri. Laman Channel News Asia mewartakan, Senin (27/6//2016), Kim
Sung Min ditemukan gantung diri di kediamannya, 24 Juni 2016. Pada Juni 2012,
Kim Sung Min pernah dipenjara karena tertangkap basah mengonsumsi obat-obatan
terlarang. Kim Sung Min mendekam selama 2 tahun 6 bulan, baru bebas Januari 2015.” (Liputan6.com)
Dari berita di atas,
lalu apa yang dibanggakan dari mereka? Masihkah remaja-remaja kita ingin
berpenampilan seperti mereka? Berbaju dan bermodelkan rambut ala mereka? Maka
perhatikanlah sabda Nabi ﷺ di bawah ini.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai
suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud)
Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan. Wallahu a'lam.
Oleh: Ikhpa Erdayanti
1 Komentar
Mantap terimakasih kak
BalasHapus