K.H.
Muhammad Bakhiet atau biasa dipanggil Guru Bakhiet lahir di Kabupaten Hulu
Sungai Tengah, di desa Telaga Air Mata, Kampung Arab, yaitu tepatnya pada
tanggal 1 Januari 1966. Sekarang, umur beliau tepat 54 tahun. Guru Bakhiet
berkiprah di kawasan utara Tanah Banjar. Beliau sangat kharismatik dan sangat
dihormati oleh masyarakatnya di Hulu Sungai.
Ayah
beliau adalah Tuan Guru Haji Ahmad Mughni dan ibu beliau adalah Hj. Zainab.
Adapun silsilah ayah beliau adalah Tuan Guru Haji Ahmad Mughni bin Tuan Guru Haji
Ismail bin Tuan Guru Haji Muhammad Thahir bin Khalifah Haji Syihabuddin bin
Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Sejarah
perjalanan pendidikan Guru Bakhiet di tahap pendidikan formal hanya sampai
kelas IV Sekolah Dasar Negeri pada tahun 1976. Selebihnya, beliau lebih banyak
menimba ilmu pada pendidikan non formal, yaitu mulai pendidikan dari kedua
orang tuanya, khususnya dari ayahnya yang seorang ulama. Beliau pernah menimba
ilmu di Pondok Pesantren Ibnu Amin pada tahun 1977 kurang lebih selama tiga
tahun. Selanjutnya, pada tahun 1980 menjadi santri Pondok Pesantren Darussalam
kurang lebih enam bulan. Dari situ kemudian pindah ke Darussalamah kurang lebih
satu setengah tahun.
Setelah
sekian lama di Martapura, beliau kembali ke Barabai dan berguru dengan ayahnya
sendiri. Ayahnya mengajarkan tentang ilmu batin, kemudian beliau juga berguru
dengan para ulama yang ada di sekitarnya. Dalam memperdalam ilmu agama banyak
beliau ambil dari para ulama terkemuka. Ilmu fikih secara khusus berguru dengan
Tuan Guru Haji Abdul Wahab (Kampung Qadli Barabai). Ilmu bahasa Arab, khususnya
ilmu Nahwu ditimbanya dari Tuan Guru Haji Hasan dan Tuan Guru Haji Saleh
Barabai, sedangkan berkenaan dengan ilmu falak beliau pelajari dari Tuan Guru
Haji Mahfuz bin Tuan Guru Haji Muhammad Ramli bin Tuan Guru Haji Muhammad Amin,
seorang tokoh Pendiri Pondok Pesantren Ibnul Amin Pamangkih yang menulis kitab
falak, “al-Mahlulah fi Mukhtasar al-Manahij al-Hamidiyah”.
Di
usia remaja, saat berumur 17 tahun, Guru Bakhiet berbai’at tarekat syadziliyah
kepada ayahnya. Tahun 1986, saat berusia 19 tahun, masyarakat memintanya untuk
mendirikan pesantren, lalu berdirilah Pondok Pesantren Nurul Muhibbin. Usia
yang terbilang muda, tetapi keilmuannya mendalam. Sebelum berpulangnya ayah
tercinta ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, Guru Bakhiet diminta menemui
Habib Zainal Abidin bin Ahmad Alaydrus Surabaya atau Habib Zein. Sejak 1993,
Guru Bakhiet mulazamah dengan Habib Zein kurang lebih 6 tahun di Surabaya
hingga sang guru wafat. Sebelum wafat, Habib Zein meminta Guru Bakhiet untuk
mengumpulkan para habaib dan menyiarkan tarekat alawiyah di Kalimantan Selatan.
Dari sinilah Guru Bakhiet menyiarkan tarekat Alawiyah lewat wirid yang dibaca
dalam setiap pengajiannya. Tentang Tarekat Alawiyah, Tuan Guru Haji Muhammad
Bakhiet mengucapkan bahwa Tarekat Alawiyah itu zhahirnya Ghazaliyah, batinnya
Syadziliyah. Itulah sebabnya dalam banyak pengajiannya menggunakan kitab-kitab
karangan Imam Ghazali, seperti Bidayah al-Hidayah, Minhaj al-’Abidin, dan Ihya Ulumiddin; juga kitab
Al-Hikam maupun Tajul ‘Arus li Tahdzib an-Nufus karangan Imam Ibnu Athaillah
as-Sakandari..
Ceramah
Guru Bakhiet mampu melunakkan hati yang membatu, menyejukkan kalbu. Meski
dengan suara yang agak datar, tetapi mampu membuat hati bergetar. Walau dengan
suara yang terkadang sendu, tetapi justru membuat hati semakin rindu. Sejak
sekitar bulan September 2013, bagi kita yang berdomisili di luar Kalimantan,
bisa mengikuti rekaman pengajian Guru Bakhiet melalui saluran Aswaja TV.
Saat pandemi COVID-19 ini, Guru Bakhiet mengimbau kepada masyarakat muslim untuk memperbanyak melakukan amalan-amalan, seperti memperbanyak istighfar, sedekah, serta memperbanyak membaca sholawat dan doa tawassul. Semoga kita umat muslim selalu mendapat perlindung-Nya dan memperoleh kebaikan, serta semoga selalu dalam ketaatan ibadah kepada-Nya.
Oleh: Fenty Nor Safitri
0 Komentar