Salah satu sunnah Nabi ﷺ yang dimuliakan ialah menjaga wudhu. Wudhu
merupakan syari’at kesucian yang di tetapkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada
kaum muslimin sebagai pendahuluan bagi
shalat dan ibadah lainnya. Di dalamnya terdapat sebuah hikmah yang
mengisyaratkan kepada kita sebagai seorang muslim bahwa hendaknya memulai shalat
dan ibadah lainnya dengan kesucian lahir dan batin (wudhu).
Selain
dilakukan sebagai pendahuluan bagi shalat atau ibadah lainnya, wudhu juga
dianjurkan dalam seluruh kondisi. Kebiasaan senantiasa dalam kondisi wudhu di
seluruh kondisi ini hanya sedikit orang yang mampu melakukannya karena beberapa
sebab, salah satunya adalah perasaan malas. Perasaan malas ini akan hilang saat
seseorang sudah mengetahui beberapa keutamaan wudhu. Ada banyak keutamaan wudhu
yang disampaikan oleh Nabi ﷺ, di antaranya sebagai
berikut.
Pertama,
insya Allah terjaga dari kemungkinan berbuat maksiat karena kita dalam keadaan beriman
dan bersuci. Rasulullah ﷺ
bersabda:
اعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ
أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ وَلاَ يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ
“... dan ketahuilah
sebaik-baik amal kalian adalah shalat dan tidaklah menjaga wudhu melainkan
orang-orang yang beriman.” (HR.
Ibnu Majah dan Ahmad; shahih)
Kedua, apabila seseorang
yang tidur dalam keadaan bersih (sudah berwudhu), maka malaikat selalu menemani
dan mendoakannya. Malaikat adalah mahluk yang senantiasa mematuhi perintah
Allah Subhanahu wa ta’ala.
Jika kita didoakan oleh malaikat, niscaya doanya dikabulkan oleh Allah. Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya,“Barangsiapa tidur
di malam hari dalam keadaan suci (berwudhu), maka Malaikat akan tetap
mengikuti, lalu ketika ia bangun niscaya Malaikat itu akan berucap ‘Ya Allah
ampunilah hamba-Mu si fulan, kerana ia tidur di malam hari dalam keadaan selalu
suci’.” (HR. Ibnu Hibban dari Ibnu Umar r.a.)
Dalam
kitab tanqih al-Qand al-Hatsis karangan Syekh
Muhammad bin Umar an-Nawawi al-Mantany mengatakan, “Barangsiapa
tidur dalam keadaan berwudhu, apabila mati di saat tidur maka matinya
dalam keadaan syahid di sisi
Allah.”.
Ketiga, menghapus dosa dan
meninggikan derajat. Rasulullah ﷺ bersabda:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- قَالَ أَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ
الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ. قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ إِسْبَاغُ
الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ
وَانْتِظَارُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ
“Maukah kalian untuk aku
tunjukkan atas sesuatu yang dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan dan
mengangkat derajat?”
Mereka (para sahabat) menjawab, “Tentu,
wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda: “Menyempurnakan
wudhu pada kondisi yang susah (seperti keadaan yang sangat dingin), banyak
berjalan ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat. Maka itulah
ribath.” (HR.
Muslim)
Keempat, di akhirat termasuk
dalam Ahlul Karaami, yaitu hamba-hamba Allah yang memiliki kedudukan
mulia dan digolongkan sebagai ummat Nabi Muhammad ﷺ. Dari Abu
Hurairah ra. Berkata, “Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya
pada hari kiamat nanti umatku akan dipanggil dalam keadaan putih cemerlang dari
bekas wudhu. Dan barangsiapa yang mampu untuk
memperlebar putihnya maka kerjakanlah hal itu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya,“Sejatinya ummatku
pada hari kiamat akan datang dalam kondisi wajah dan ujung-ujung tangan dan
kakinya bersinar pertanda mereka berwudhu semasa hidupnya di dunia.” (HR.
Bukhari Muslim)
Selain itu, dalam suatu ceramah pada malam Sabtu di Masjid
Sabilal Muhtadin pada tahun 2005-an, Tuan Guru H. Ahmad Bakeri mengatakan, “Barangsiapa
yang memelihara wudhu (tidak batal wudhu) selama dua tahun saja, maka nanti
akan ada sesuatu kelebihan (maziyah) yang diberikan Allah Subhanahu wa ta’ala
kepadanya, yang tidak dimiliki oleh orang lain”. Masya Allah, semoga kita
semua tergolong orang-orang yang senantiasa menjaga wudhu dan istiqamah mengamalkannya,
aamiin.
Oleh:
Eny Rufaidhah
Sumber:
Otobiografi Tuan
Guru H. Ahmad Bakeri: Jejak Sang Ulama dan Da’i Kondang dari Kota Seribu
Sungai. Oleh: Drs H. M. Abduh Amrie, MA.
1 Komentar
Masya Allah..
BalasHapus