Kebaikan yang Terlupakan



Kebaikan merupakan perpaduan antara isi dan cara penyampaian, sebagaimana dalam istilah pemasaran, kebaikan ini diibaratkan seperti sebuah isi dan kemasan. Jika salah satu dari keduanya itu jelek, maka respon pasar pun juga akan jelek. Sama halnya dengan kebaikan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, haruslah dengan sepenuh hati, ikhlas, dan seluruh tingkah laku kita yang baik. Namun, pernahkah kita menyadari bahwa orang memandang kebaikan layaknya sebuah kertas putih dan kejelekan diumpamakan sebuah titik hitam ditengahnya? Apa yang seseorang lihat? Pasti tertuju pada titik hitam tersebut. Begitulah kebaikan yang kita lakukan, orang hanya memandang kesalahan kecil yang kita lakukan di antara ribuan kebaikan. Itu artinya satu kesalahan akan menggugurkan kebaikan dalam pandangan orang lain.

Teman-teman pasti pernah merasakannya, ketika melakukan kebaikan, tidak ada satupun orang yang menghargai, dipandang sebelah mata, diremehkan, bahkan sama sekali tidak dianggap dan dilupakan orang lain. Sebaliknya, ketika kita melakukan kesalahan, lebih cepat menyebar luas sehingga ini menjadi hal yang pahit bagi kita. Akan tetapi, perlu kita ingat bahwa yang terpenting bukanlah bagaimana pandangan orang lain terhadap perbuatan kita, melainkan apakah perbuatan kita tersebut akan diridhai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Jangan kotori hati dengan kebencian. Sebab, jika sudah benci, maka penilaian kita terhadap seseorang akan terlihat buruk meskipun ia telah berbuat kebaikan. Cukup bagi kita mengusahakan agar selalu berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan.  Dalam Surah Az Zalzalah ayat 7-8, Allah berfirman bahwa sekecil apapun kita berbuat kebaikan atau keburukan tentu akan mendapat balasannya.

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥ

وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”

Mungkin kita pernah menganggap suci diri sendiri, merasa paling baik, tidak terima apabila seseorang berbuat kesalahan, dan kita pun merasa tidak pernah berbuat salah. Mari kita intropeksi diri kita masing-masing, biasakan untuk mudah memberi maaf dan selalu menghargai kebaikan dari orang lain walau hanya bagaikan sebutir debu. Bapak Dr. K.H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur pernah berpesan kepada kita, “Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya, merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya.” Maka dari itu, jadilah seseorang yang selalu memaafkan kesalahan dan selalu berbuat baik serta memuliakan orang lain, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala berikut.

إِن تُبْدُوا۟ خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا۟ عَن سُوٓءٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا

“Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan orang lain, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” (QS. An-Nisa: 149)

Mari kita sama-sama belajar untuk memuliakan orang lain dengan selalu memaafkannya. Banyak perbuatan baik yang kita lakukan bahkan tidak ada hasilnya apabila kita terus-terusan memandang buruk orang lain berdasar pada kesalahan yang pernah dilakukannya. Allah Ta’ala saja Maha Pemaaf, lantas mengapa kita sebagai hamba-Nya enggan memaafkan? Sehebat apa diri kita hingga melupakan dan menghiraukan orang lain? Semoga kita tergolong hamba Allah yang tidak pernah bosan untuk selalu berbuat kebaikan dan saling memaafkan.

 

Oleh: Normi’an


Posting Komentar

3 Komentar