Sejarah Beserta Anjuran Rasulullah Saw Ketika Datang Wabah Penyakit Menjangkiti


sumber foto: islami.co

Sebenarnya zaman Rasulullah Saw juga ada wabah penyakit yang menjangkiti.

Sekarang sebuah wabah penyakit menjangkiti dunia saat ini, yang banyak dikenal orang yaitu virus corona jenis baru (Covid-19), bahkan saat ini tidak ada yang tahu atau menemukan obat penyembuhnya. Kita perlu mengambil pelajaran dan hikmah dari sejarah masa lalu. Dahulu, di era Rasulullah SAW wabah penyakit juga pernah menjangkiti Madinah.

Dalam buku Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam karya Abdus Salam Harun dijelaskan mengenai kisah para sahabat yang terjangkit wabah. Kisah itu salah satunya terekam dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah.

Dari Aisyah rhadiyallahu anha, dia berkata, “Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, kota itu adalah sarang wabah penyakit demam. Banyak dari sahabat Rasulullah SAW yang tertimpa wabah tersebut. Namun Allah SWT menghindarkan Rasul-Nya dari penyakit itu. Ketika Abu Bakar, Amir bin Fuhairah, dan Bilal tinggal di dalam satu rumah, mereka semua terserang penyakit demam. Maka aku pun datang untuk menjenguk mereka (peristiwa ini terjadi sebelum perintah menggunakan jilbab). Hanya Allah yang tahu tentang beratnya sakit yang mereka alami. Aku pun datang dan menemui Abu Bakar dan menyapanya, ‘Bagaimana kabarmu, wahai ayahku?’.

Lalu Abu Bakar pun menjawab: ‘setiap orang boleh bersenang-senang bersama keluarganya di waktu pagi, padahal kematian itu lebih dekat dengannya daripada tali sandalnya,’. Demi Allah, Abu Bakar tidak sadar dengan apa yang diucapkannya. Kemudian aku datang menemui Amir bin Fuhairah dan bertanya kepadanya, 'Bagaimana keadaanmu?'.

Amir pun menjawab ‘Sungguh aku telah merasakan kematian sebelum aku mengalaminya. Sesungguhnya seorang pengecut selalu berteriak dari atas. Setiap orang pasti berusaha sekuat tenaga, seperti sapi yang melindungi kulitnya dengan tanduknya,’. Demi Allah, Amir tidak sadar dengan apa yang ia ucapkan. Sedangkan Bilal apabila terserang demam itu, ia berbaring di halaman rumah sambil berseru,”.

Bilal berkata, ‘Duhai, bisakah aku bermalam semalam saja di Fakh (nama tempat di luar kota Makkah)? Sementara di kanan dan kiriku terdapat idzkir dan jalil (idzkir dan jalil adalah nama sebuah tanaman yang harum baunya). Duhai, bisakah aku singgah di mata air Majannah (nama sebuah pasar di era Jahiliyah), dan bisakah aku menatap sekali lagi Bukit Syaamah dan Thafil (nama dua gunung di Makkah),’. Kemudian aku menceritakan apa yang aku saksikan kepada Rasulullah SAW,”.

Kukatakan kepada beliau (Rasulullah), ‘Mereka tidak menyadari apa yang mereka ucapkan karena parahnya demam yang menyerang mereka,’. Mendengar itu, Rasulullah SAW pun menjawab, ‘Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah atau bahkan lebih dari itu. Berkahilah mud dan sha-nya (barang-barang yang ditimbang dengan mud dan sha. Satu mud sama dengan dua rithal bagi penduduk Irak. Dan sepertiga rithal bagi penduduk Hijaz. Sedangkan satu sha sama dengan empat mud bagi penduduk hijaz), serta pindahkanlah wabah yang menimpanya ke Mahya’ah, yaitu Juhfah yang merupakan miqat penduduk Syam.”

Pada kejadian tersebut bisa kita ketahui bahwa pada zaman Rasulullah pun pernah menemui penyakit wabah yang menjangkit. Jadi kita tidak perlu merasa cemas, karena penyakit ini sudah pernah terjadi walaupun nama dan zaman yang berbeda. Supaya kita tidak terjangkit atau mendapat penyakit tersebut kita harus berikhtiar dengan cara menjalankan syariat Allah, meminta pertolongan kepada Allah, melaksanakan anjuran-anjuran Rasulullah Saw serta berusaha mengikuti aturan orang yang ahli dalam hal tersebut seperti dokter.

Sebenarnya Lockdown pernah diajarkan Rasullah Saw.

Lockdown  akhir-akhir ini adalah kata yang paling sering kita dengar, terutama di media sosial sebagai efek dari derasnya ketakutan akibat virus corona. Pemerintah aktif memberikan imbauan agar warga lebih banyak berdiam di rumah dan membatasi pergaulan sosial. Namun tahukah Anda,  sebenarnya lockdown juga pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW untuk menjadi kunci keselamatan di akhir zaman. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari sahabat Uqbah bin Amir, dia pernah  bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Wahai Rasulullah ,  Apakah kunci keselamatan itu ?  Rasulullah menjawab:  Jagalah  lisanmu , diamlah di rumahmu dan tangisi dosa-dosamu. (HR. Imam Tirmidzi , hadist hasan). Dalam hadits ini ,  sahabat Uqbah bin Amir RA  bertanya tentang apa saja yang bisa menyelamatkan manusia di dunia ini dan di akhirat, dan bagaimana seseorang akan  bisa mendapatkannya dan menyelamatkan dirinya? kemudian  Nabi memberikan jawaban tiga hal yang sederhana. 

Pertama: “jagalah  lisanmu”, artinya tahan diri dari berbagai kejahatan dan keburukan lisan, di era penuh fitnah ini setiap kita seharusnya senantiasa berupaya menjaga diri dari berbicara atau menuliskan komentar yang tidak jelas manfaatnya. Allah memperingatkan bahwa terdapat malaikat yang mencatat setiap ucapan manusia, yang baik maupun yang buruk. Allah Ta'ala berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaaf [50]: 18)

Rasulullah SAW juga bersabda:
سلامة الإنسان في حفظ اللسان
"Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan." (H.R. al-Bukhari).
Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah disebutkan, "Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau lebih baik diam (jika tidak mampu berkata baik)" (HR: al-Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah SAW juga bersabda:
عليك بطول الصمت فإنه مطردة الشيطان وعون لك علي أمردينك
"Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu." (H.R. Ahmad).

Imam Nawawi berkata: Ketahuilah bahwa hendaknya setiap orang mukallaf menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang memang tampak ada maslahat di dalamnya. Ketika sama saja nilai maslahat antara berbicara atau diam, maka yang dianjurkan adalah tidak berbicara (diam). Hal ini karena perkataan yang mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram, atau minimal (menyeret kepada perkataan) yang makruh. Bahkan inilah yang banyak terjadi, atau mayoritas keadaan demikian. Sedangkan keselamatan itu tidaklah ternilai harganya.” (Al-Adzkaar, hal. 284)

Kedua adalah “diamlah di rumah”, artinya:  berusahalah untuk lebih banyak berdiam diri di rumah dan gunakan waktumu untuk beribadah apalagi dalam situasi dunia yang penuh cobaan seperti saat ini. Dalam sebuah hadist riwayat Imam bukhari dijelaskan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Diceritakan dari A'isyah r.a.: Saya bertanya kepada Nabi Muhammad saw tentang wabah tha'un . Beliau menjawab: "Sesungguhnya tha'un itu peringatan Allah bagi siapa saja yang Dia kehendaki dan rahmat bagi orang-orang beriman. Tiada orang yang pada saat musim wabah tha'un melanda dan dia berdiam diri di rumah dengan sabar dan beribadah kepada Allah, meyakini bahwa dia tidak akan terkena suatu  bencana kecuali atas takdir Allah atas dirinya,  maka dia akan dicatat mendapatkan pahala orang syahid". Imam Ibnu Hajar memberikan komentar atas hadist tersebut; sesuai maknanya hadist, bahwa siapapun yang melakukan  diam diri di rumah di saat wabah melanda dengan sabar, maka dia mendapatkan pahala mati syahid meskipun dia tidak meninggal.  (Fathulbari 10/194)

Ketiga adalah;  menangislah atas  dosa-dosamu”, yaitu, bertobatlah dari dosa-dosa masa lalu dengan  tangisan penyesalan sejati sebagai bukti kesungguhan  atas pertaubatan, dan kemudian bekerjalah untuk memperbaiki diri  di masa yang akan datang. Sudah saatnya bagi kita untuk intropeksi diri , bertaubat dan memperbanyak istighfar kepada Allah SWT,  bencana-bencana ini terjadi sebagai peringatan Allah SWT agar manusia bertaubat, karena mereka telah banyak lalai dengan urusan dunia dan melupakan Allah dan ajaran-ajaran-Nya, cobaan adalah salah satu bentuk  panggilan untuk kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dengan beristighfar memohon ampun atas segala dosa-dosa, niscaya Allah akan mengabulkan istighfar mereka , dan menghentikan bala’ dan bencana  sesuai dengan firman Allah : “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun”. (Q.S. Al Anfal: 33)

Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu ketika menafsirkan ayat di atas: Dulu para sahabat mempunyai dua penolak bala’, yaitu keberadaan nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan istighfar, maka  ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam meninggal dunia, penolak bala’ itu tinggal satu, yaitu istihgfar. Semoga dengan memperbanyak istighfar   wabah ini segera berakhir dan kita semua diberikan kesehatan yang prima oleh Allah SWT.

Beribadah di rumah sangat dianjurkan Rasulullah Saw ketika ada wabah penyakit menjangkiti.

Masjid merupakan tempat yang sangat mulia. Banyak ibadah yang mempunyai nilai lebih jika dilakukan di masjid. Ada beberapa ibadah yang memang dianjurkan atau sunnah jika dilaksanakan di masjid seperti jamaah shalat maktûbah (shalat wajib lima waktu), shalat tahiyyatul masjid, i’tikaf, dan lain sebagainya.

Walaupun masjid merupakan tempat mulia, tidak semua ibadah afdlal dilakukan di masjid. Ada sebagian ibadah yang sebaiknya malah jangan dilakukan di masjid. Di antara hikmah yang terkandung, apabila ibadah sunah dilakukan di dalam rumah, tersembunyi dari pandangan masyarakat sehingga aman dari riya’(pamer).

Dalam hadits riwayat Zaid bin Tsabit, Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: عَلَيْكُمْ بِالصَّلَاةِ فِي بُيُوتِكُمْ، فَإِنَّ خَيْرَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الْجَمَاعَةَ
Lakukan selalu shalat di dalam rumah-rumah kalian. Sesungguhnya sebaik-baik shalat seseorang adalah ketika dilaksanakan di rumahnya sendiri kecuali shalat jamaah. (Sunan Ad-Dârimî: 1406)

Melakukan ibadah-ibadah di rumah cukup penting. Karena jika semua ibadah di masjid, rumah akan menjadi kering. Jauh dari nilai-nilai barakah dari intisari ibadah yang dilakukan. Sehingga jika ibadah dilakukan di dalam suatu rumah, rumah akan didatangi malaikat yang baik-baik.

Sayyidah Aisyah mengaku bahwa Rasulullah Muhammad ﷺ pernah mendaras Al-Qur’an di pangkuan Sayyidah Aisyah. Sebagaimana yang sudah kita ketahui, lazimnya orang haid itu tidak berada di masjid, namun di rumah. Artinya, di sini Rasulullah mendaras Al-Qur’an berada di rumah Beliau sendiri. Kata Aisyah “Rasulullah tiduran di pangkuanku padahal aku sedang haid, kemudian Rasulullah membaca Al-Qur’an.” (HR Bukhari: 297)

Selain hadits di atas, Rasulullah juga berpesan agar rumah-rumah kita tidak dijadikan kuburan. Rumah yang tidak pernah dibacakan Al-Qur’an tidak ada sinarnya sama sekali. Nur (cahaya) kosong, sehingga gelap gulita, tanpa ada pelita di dalam rumah itu. Kalau gelap, setan akan betah di rumah itu. Namun apabila dibacakan Al-Qur’an, setan akan lari. Hadits riwayat Abu Hurairah meyebutkan sabda Rasulullah ﷺ:
لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, karena sesungguhnya syaitan akan lari dari rumah yang dibaca surah Al-Baqarah di dalamnya.”

Dalam hadits lain riwayat al-Baihaqi, Rasulullah berpesan:
نَوِّرُوْا بُيُوْتَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
Hendaklah kamu beri nur (cahaya) rumahmu dengan sholat (sunnah) dan membaca Al-Quran. (HR, Baihaqi)

Menyinari rumah dengan ibadah, juga supaya kita tidak terjebak menjadi orang yang aneh sebagaimana disebutkan dalam kitab Tanbîhul Ghâfilîn, halaman 422, hadits riwayat Muadz yang menyebutkan, terdapat tiga hal yang aneh terjadi di dunia ini.

Pertama, Al-Qur’an dalam hafalan orang yang zalim. Kedua, lelaki baik (shalih) yang hidup di dalam komunitas orang-orang yang buruk. Yang ketiga, mushaf di dalam sebuah rumah namun tidak pernah dibaca.

Dalam kondisi darurat seperti situasi di tengah pandemi Corona saat ini, banyak orang yang berbeda sikap. Ada orang yang terlalu fatalis, menganggap bahwa semua yang terjadi atas izin Allah. Sehingga ia tetap beraktifitas seperti biasa, tidak menghiraukan anjuran ahli, bahkan marah ketika dilarang untuk berkumpul dengan banyak orang, seperti shalat Jamaah atau shalat Jumat di masjid di rumah saja.

Padahal Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda bahwa jika terjadi wabah maka ia dianjurkan untuk berada di rumah saja dengan sabar dan tawakkal. Hadis ini perlu dibaca oleh mereka yang masih ngotot shalat jamaah di masjid atau masih menggelar pengajian/tabligh akbar atau yang masih nongkrong berkerumun di saat wabah melanda. Nabi bersabda:
لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ (رواه أحمد 26139)
Tidak ada seorang pun, ketika terjadi wabah, lalu ia di rumah saja dengan sabar dan yakin bahwa tidak ada yang menimpanya kecuali apa yang telah ditakdirkan Allah, melainkan ia akan memperoleh pahala seperti seorang syahid.” (Hadis Sahih riwayat Imam Ahmad 26139. Juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Sahihnya dengan narasi “fi baladihi”)

Dari beberapa penjelasan hadits diatas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah lebih menyarankan atau menganjurkan agar kita berdiam diri dirumah dengan mengerjakan ibadah-ibadah yang dianjurkan beliau agar terhindar dari wabah penyakit yang menjangkiti. Perbuatan-perbuatan yang dianjurkan oleh Rasulullah tersebut dapat menghindarkan kita dari perbuatan dosa dan meningkatkan keimanan kita kepada Allah Swt. Bahkan perbuatan tersebut berdamapak positif, kita yang awalnya jarang berkumpul keluarga dirumah karena banyak kesibukan di luar setelah datangnya wabah penyakit dan dengan mengikuti anjuran Rasulullah kita dapat berkumpul keluarga lebih lama dan lebih dekat, kita yang awalnya jarang sholat dan tadarus Al-Quran dirumah yang menimbulkan kegelapan cahaya rahmat dan berkah  sekarang bisa lebih sering beribadah dirumah supaya rumah kita mendapatkan cahaya sebagaiman sabda Nabi Saw: “Hendaklah kamu beri nur (cahaya) rumahmu dengan sholat (sunnah) dan membaca Al-Quran.” (HR. Baihaqi).

Semoga kita dapat berhusnudzon (Sangka baik) dengan semua apa yang diberikan Allah Swt kepada kita, sebab Allah mengetahui apa yang tidak ketahui dan Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk kita. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah: 216 yang berbunyi,
و عسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وهُوَ خَيْرٌ لكَمْ وَعَسى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئا وهو شرٌّ لكم واللهُ يعلمُ وأَنْتُمْ لا تَعْلمُوْنَ
“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)

Wallahu’alam....




Oleh: Abdullah

Posting Komentar

6 Komentar